Situs Megalitikum Gunung Padang
#menembusangan
01.39
Cianjur identik dengan Bubur Ayam khas Cianjur, padahal masih banyak lagi makanan khas dari daerah Cianjur seperti Tauco, Mochi, Asinan, Manisan dan lain-lain. Tapi kali ini aku gak lagi kuliner di Cianjur, melainkan explore ke situs Megalitikum Gunung Padang dan sekitarnya.
Meeting point kita di terminal Kampung Rambutan Jakarta Timur, berangkat mengunakan PO. Marita pukul 23.00 (bus terakhir) jurusan Rambutan-Cianjur dengan tarif 22.000.
Pada awalnya bus jalan cuma berisi 7 orang rombongan kita saja tetapi setelah sampai jalan baru jadi penuh. Setelah sampai di Tol Jagorawi ada keanehan busnya yang meliak-liuk, penyebabnya sopir ngantuk dengan "sewa miring" akan membahayakan keselamatan. Karena aku duduk di bangku belakang supir pas jadi merasa khawatir di perjalanan, di tambah lagi supir merokok saat bus berjalan dengan AC menyala otomatis asap lari ke belakang jadi gak bisa tidur selama 3,5 jam perjalanan. Tibanya di pemberentian terakhir di terminal Pasir Hayam / terminal Jebrod pukul 02.30 pagi langsung ganti kendaraan menuju Gunung Padang. Ada beberapa angkot yang ngetem langsung kita samperin dan tawar menawar harga dengan modal sok tau akhirnya kena deh, dari 400.000 jadi 270.00 untuk seharian ke Gunung Padang, Stasiun Lampegan dan Curug Cikondang.
Jarak tempuh terminal Jebrod ke Gunung Padang 1,5 jam dengan kondisi jalan yang variatif. Sesampai di situs Gunung Padang pukul 04.00 pagi belum ada aktivitas sama sekali disekitaran, pintu gerbang masih terkunci rapat, warung-warung juga masih sunyi. Angin pagi mulai menerpa wajah serta embun membuat rasa dingin di tubuh membuat rasa kantuk muncul karena dalam perjalanan belum tidur sama sekali. Melihat ada bangku panjang langsung aja di manfaatin untuk tidur dengan posisi yang harus seimbang karena buat badan aja mepet kalau terguling terus jatuh kan lucu, lama-kelamaan rasa dingin mulai bertambah dan nyamuk juga ikut nyerang, (maklum cuma pakai celana pendek dan kaos) kemudian pindah kedalam angkot di kursi depan. Baru nyeyak tidur jam 05.30 dibangunin buat tracking, mau gak mau harus bangun dan beranjak dengan bawaan daypack 45L satu persatu anak tangga dilalui, baru sampai tengah-tengah udah ngos-ngosan mungkin karena baru bangun terus buat aktivitas berat pernafasan jadi gak teratur.
[ PO. Marita ]
Jarak tempuh terminal Jebrod ke Gunung Padang 1,5 jam dengan kondisi jalan yang variatif. Sesampai di situs Gunung Padang pukul 04.00 pagi belum ada aktivitas sama sekali disekitaran, pintu gerbang masih terkunci rapat, warung-warung juga masih sunyi. Angin pagi mulai menerpa wajah serta embun membuat rasa dingin di tubuh membuat rasa kantuk muncul karena dalam perjalanan belum tidur sama sekali. Melihat ada bangku panjang langsung aja di manfaatin untuk tidur dengan posisi yang harus seimbang karena buat badan aja mepet kalau terguling terus jatuh kan lucu, lama-kelamaan rasa dingin mulai bertambah dan nyamuk juga ikut nyerang, (maklum cuma pakai celana pendek dan kaos) kemudian pindah kedalam angkot di kursi depan. Baru nyeyak tidur jam 05.30 dibangunin buat tracking, mau gak mau harus bangun dan beranjak dengan bawaan daypack 45L satu persatu anak tangga dilalui, baru sampai tengah-tengah udah ngos-ngosan mungkin karena baru bangun terus buat aktivitas berat pernafasan jadi gak teratur.
[ Tangga Menuju Puncak ]
Dipandu kang Cecep (ranger) di jelaskanlah dari ujung sampai ujung. Situs Megalitikum merupakan punden berundak yang terbesar se-Asia Tenggara. Terletak di desa Karyamukti, Cempaka. Lampau tempat ini sulit untuk dijangkau, tempat yang berbukit-bukit curam, disekelilingi lembah-lembah yang sangat dalam dan dulunya sempat dikeramatkan oleh warga setempat karena dianggap tempat Prabu Siliwangi Raja Sunda yang berusaha membangun istana satu malam.
Pelataran situs terbagi menjadi 5 yang posisinya berundak-undak pada setiap pelataran. Di pelataran satu kita bisa menjumpai batu bila di pukul bisa mengeluarkan bunyi seperti gamelan dan mitosnya pada malam hari di hari tertentu bisa terdengar suara musik sunda.
Pelataran kedua akan nampak jelas susunan bebatuan yang berada di pelataran satu. Pada pelataran tiga disisi kiri terdapat napak tilas "maung" dan kujang.
Pelataran empat hanya terdapat beberapa susunan batu. Dan yang paling terakhir pelataran lima adalah tempat yang paling di sucikan, tidak semua orang bisa sampai pelataran lima pada waktu itu. Bila beruntung matahari akan muncul dari balik bukit.
[ Pelataran Pertama ]
Pelataran kedua akan nampak jelas susunan bebatuan yang berada di pelataran satu. Pada pelataran tiga disisi kiri terdapat napak tilas "maung" dan kujang.
[ Tapak Maung ]
Pelataran empat hanya terdapat beberapa susunan batu. Dan yang paling terakhir pelataran lima adalah tempat yang paling di sucikan, tidak semua orang bisa sampai pelataran lima pada waktu itu. Bila beruntung matahari akan muncul dari balik bukit.
[ Pelataran Kelima ]
Bebatuan di situs ini mengandung energi-energi positif, bila ada energi negatif datang pasti akan mental, jadi kita harus berfikir positif karena pikiran positif akan membuat kita aman dan nyaman, ucap kang Cecep.
Puas explore Gunung Padang lalu kembali turun dan lanjut ke Stasiun Lampegan, ya bisa dikatan rute kali sedikit bolak-balik tapi ada untungnya juga, karena apa? kita ke Gunung Padang pagi-pagi kendaraan bisa sampai atas langsung depan pintu masuk plus bonus sunrise, tapi kalo udah kesiangan kendaraan hanya sampai pelataran parkir umum yang letaknya lumayan jauh sampai di pintu masuknya.
Terowongan Lampegan dibangun sekitar tahun 1872 dan selesai tahun 1882 dengan panjang terowongan 415 meter yang menghubungkan Sukabumi-Cianjur-Sukabumi. Mitosnya dulu ada ronggeng yang terkenal didaerah tersebut bernama Nyi Sadea menghilang diajak seseorang pergi setelah acara peresmian. Ada yang mengakatan Nyi Sadea dijadikan tumbal dan tubuhnya ditanam dibeton disebelah dalam.
Nama Stasiun Lampegan berasal dari seorang kondektur spur kerap berteriak menjelang memasuki terowongan "Steek Lampen Aan" yang artinya nyalakan lampu. Di telinga orang Sunda seolah terdengar kata lampegan.
Usai dari terowongan lampegan lanjut ke curug Cikondang yang perjalanannya memakan waktu 2,5 jam. Beruntungnya pas lagi cuaca cerah karena kalau cuaca lagi hujan aksesnya lumayan sasah dan resiko kecuali naik mobil offroad bisa libas jalanan, hahaha.
Dengan jalanan yang berkelak-kelok dan berbatuan ditengah-tengah kebun teh rasanya agak khawatir juga dengan kondisi angkot, inget kata kang cecep tadi, "kita harus berfikir positif" jadi pikiran aneh-aneh mulai hilang. Sampai diparkiran dilanjutkan dengan tracking kembali, langkah demi langkah dinikmati demi air curug. Terbayar sudah menikmati keindahan curug Cikondang walopun gak bisa nyebur tapi melihat dan kecipratan air udah seneng kok *edisi lebay.
[ Curug Cikondang ]
Ada yang mencermatikah dari sesampai di Cianjur sampai ini??? seharian ke Gunung Padang, Lampegan terus ke curug Cikondang belum mandi, hahaha.
Niatnya mau mandi di curug Cikondang, berhubung airnya bewarna coklat dan kata temen ada kandungan merkurinya ya gak jadi mandi. Di parkiran kendaraan ada kamar mandi tapi letaknya sangat strategis atau bisa di bilang outdoor dengan tinggi sekeliling sekitar 1,5 meter dan tinggi pintu cuma 50 meter dengan atap langsung langit di tambah lagi dinding-dinding dari papan kayu yang ada celahnya juga, kebayang dong ada orang lewat atau kita mandi berdiri? hahahaha.
Aku pun ragu mau mandi gak sampai bolak-balik, kalau gak mandi udah seharian tracking badan lengket tapi kalau mandi jadi risi dengan sekitar. Akhirnya memutuskan untuk mandi, ada orang liat biar aja lah kan gak kenal, hahaha.
Semua selesai kemudian dilanjut menuju terminal Jebrod, perjalanannya 3,5 jam dari curug Cikondang. Sebelum sampai Jebrod kita mampir dulu makan Nasi Liwet khas Cianjur.