Sabtu, 08 November 2014

Gunung Galunggung Nan Damai

04.00
      Gunung Galunggung terletak di kabupaten Tasikmalaya Jawa Barat dengan ketinggian 2.167 MDPL. Kawasan sekitarnya terdapat berbagai macam tempat wisata maupun kekayaan alam dengan kesuburan tanahnya.
      Awalnya berangkat menuju terminal Kampung Rambutan agak ragu karena hujan terus menerus dari sore sampai malam. Dengan kenekatan akhirnya berangkat menuju terminal dengan hujan yang terus membasahi jalan. Sesampai terminal sudah ada satu teman yang sudah datang duluan, kirain paling pertama sampai. Satu demi satu teman mulai berdatangan di terminal, ya hampir empat jam menunggu karena cuaca lagi tidak bersahabat. Waktu menunjukan pukul 23.00 WIB lalu kami berlima bergegas naik bus jurusan Tasikmalaya dan untungnya bisa dapat tempat duduk semua, gak lucu kan tengah malem Jakarta-Tasik berdiri. Pada saat ditarikin ongkos lalu tanya "kalau mau ke Galunggung turun mana kang?", tanya Aku ke kondektur bus. Kemudian kondektur jawab, "oh turun aja di Rumah Sakit nanti saya kasih tau" (maklum nekad belum tau jalan dan medan). Mata mulai lelah dan gak sadar lelap selama perjalanan.
      "Galunggung.. Galunggung.. Galunggung", teriak kondekturnya. Secara spontan Kami terbangun langsung mengambil tas bawaan. Namun Aku dan teman sebelahku sibuk mencari sandal yang entah tak tau kemana, saking kelamaan menunggu Kami lalu bus pun jalan kembali. Pas sampai di terminal Indihiang Tasikmalaya sandal Aku ketemu dan turunlah kemudian bus melanjutkan perjalanannya kembali. Turun dari bus lalu Kami berjalan menjauhi sopir-sopir angkot yang menawarkan jasanya, setelah jalan beberapa meter baru tersadar kalau teman kami kurang dua. Lalu kami kembali lagi ketempat kerumunan sopir-sopir angkot tadi, melihat bus yang sudah jalan tau-tau berhenti lagi, melihat kepintu depan yang dibuka ternyata teman Kami turun berdua katanya sandalnya baru ketemu di bawah kursi penumpang lain yang jaraknya 2-3 bangku didepan.
Waktu menunjukan pukul 03.30 WIB sambil iseng-iseng meladeni tawaran jasa angkot yang menawarkan ke Galunggung. Nego-nego sampai 30 menit gak membuahkan hasil, sopir angkot minta 150.000 sampai pos 1 (Gerbang Galunggung), tapi Aku mintanya sampai pos 3 langsung di anak tangga Galunggung kalo 150.000. Kemudian sopir minta tambah 50.000 kalau sampai atas, katanya tanjakannya tinggi banget. Pikirku daripada nunggu angkot yang baru beroperasi jam 06.00 mending deal aja itung-itung menghemat retribusi di pos 1 dan pos 2.
      Jalanlah menuju Galunggung dari Indihiang melewati jalan kecil dengan hamparan sawah-sawah luas yang beratap langit dengan sinar rembulan yang membuat hati damai (edisi lebay). Tak di duga-duga setelah jalanan menanjak angkot tiba-tiba "mbrebet", nanjak dikit langsung mesin mati. Dari situ munculah pikiran yang aneh-aneh karena mesin mati di tengah kebun luas dengan pepohonan tinggi, tidak ada pencahayaan lampu sama sekali dan waktu masih menunjukan pukul 04.15 WIB kebayang kan rasanya gimana berada di daerah yang belum pernah di kunjungi. Tapi tetep positif thinking dan Aku berkata sama temen-temen, "berdoa aja".


Gerbang Galunggung


      Sedikit demi sedikit kendaraan berjalan dengan selingan mesin mati, kalo di hitung 10 kali lebih ada. Setelah melewati pos 1 (Gapura Galunggung) tanjakan mulai lebih terjal dan mesin pun mulai "brebet" dengan aroma kampas kopling. Nah mulai deh baru nanjak 100 meter dari gerbang mesin mati pake jalannya merosot mundur, reflek kan langsung buka pintu. kemudian sopir minta tolong suruh nyari batu buat ganjel ban. Nyari sampai turun jauh dapetnya batu segede helm cakil, angkat keatas demi sampai tujuan. Mesin menyala lanjutlah perjalanan dengan membawa batu buat ganjel ketika mesin mati lagi. Melewati pertigaan ada rambu "Mesin jangan dimatikan, rawan kecelakaan", perasaan tambah gak tenang lagi. Baru beberapa meter dari rambu itu mesin mati lagi, hmmmm ternyata trip ini bener-bener nekad dari awal berangkat yang hujan terus menerus, belum tau jalan dan medannya, di tambah lagi kondisi angkot yang tidak sehat. Namun apa boleh buat sudah di depan mata harus sabar, kalau mau lanjut jalan kaki juga tidak mungkin karena masih gelap tidak ada aktivitas di tengah hutan pula.


Angkot Galunggung


      Tanjakan demi tanjakan mulai terlewati dengan penuh rasa was-was, saat di tanjakan panjang kendaraan pun mati lagi dan gak sadar 620 anak tangga sudah terlihat dari balik bukit. Kami memutuskan berjalan kaki saja karena tinggal 200 meter sampai di anak tangga. Tidak mau rugi di kendaraan langsung aja charge ke sopir karena tidak sampai seperti diperjanjian awal. Negosiasi kembali dimulai dan akhirnya kena 160.000 untuk sewa angkotnya, lumayan lah bisa berkurang.


Anak Tangga Galunggung


620 Anak Tangga


     620 anak tangga sudah di depan mata, langsung Kami naik tanpa menambah energi biar sampai diatas bisa menikmati Sunrise. Baru sampai tengah-tengah udah ngap aja nafas, maklum belum ngisi energi langsung nanjak aja. Sesampai di atas sangat mengagumkan sekali sekitaran sampai 360 derajat memutar penuh dengan kehijauan, dari pegunungan yang hijau sampai air kawah yang hijau pula. Disini juga terdapat warung-warung jajanan yang berjajar tapi disaat kami sampai belum ada yang buka. Saat itu ada abah penjual jajanan bersama anaknya yang baru menata jajanan di warung, beliau mulai jualan tahun 1978 sampai sekarang.

Warung Teteh & Abah

Tahu Isi Khas Galunggung

      Lanjut menuju tepi kawah harus turun lagi menyusuri jalan setapak, yang bisa dilalui dari anak tangga ke kanan atau ke kiri. Dan kami mengambil jalur kekanan yang gak terlalu jauh. Dari atas terlihat masjid putih yang berada di seberang kawah, tapi kami tidak sempat berkunjung ke masjid tersebut. Setelah sampai di tepi kawah rombongan lain mulai meninggalkan kawah tersebut, terasa hanya kami yang tinggal di negara tersebut. Memandang sekeliling nampak kawah hijau yang tenang, tanah yang menjulang tinggi keawan dan ditumbuhi pepohonan hijau serta atap yang biru cerah senantiasa memberikan suasana tenang, damai dan sejuk.

Savana Sekitaran Kawah Galunggung


Kawah Galunggung

Menuju Kawah

















Tepi Kawah Galunggung
     Puas menikmati suasana Galunggung dan mengingat waktu sudah siang Kami beranjak meninggalkan kawasan tersebut dengan mendaki kembali. Secara tidak disadari Kami meninggalkan area kawah kemudian ada rombongan lain datang, seperti sebelumnya tadi waktu Kami datang dan rombongan yang tiba sebelumnya mulai meninggalkan area, mungkin hanya kebetulan saja bisa begitu. Sesampai di atas untuk menuju ke parkiran kendaraan Kami mencoba jalur lain yang medannya pasir bebatuan dan tanpa pengamanan, tapi di bandingkan dengan penanjakan lewat anak tangga yang tergolong terjal lewat jalur pasir ini agak landai namun lebih jauh jaraknya sampai di parkiran. Sesampai diparkiran tidak ada trayek angkot menuju kota, hanya ojek saja yang stanby disana. "Ojek kang ka gapura?", tawar tukang ojek ke Kami. "Berapa?", jawab Aku, "20.000 aja permotor kang", saut tukang ojeknya. "Biasanya 10.000 permotor, dan minggu kemarin habis dari sini ojek 10.000", kata Aku (bohong dikit kalau minggu kemarin dari Galunggung). Akhirnya deal juga di angka 10.000/motor, dan Kami turun menuju gerbang Galunggung tempat angkot ngetem. Ngobrol-ngobrol di jalan dengan tukang ojeknya tentang pemandian air panas Cipanas dan Aku pun tertarik mencobanya, lalu minta tolong buat antar kesana.


Pemandian Air Panas


      Parkiran sangat penuh kendaraan-kendaraan pribadi, sudah bisa di tebak pasti di dalam juga penuh. Baru lihat di kolam pertama sudah penuh pengunjung lanjut ke kolam-kolam berikutnya juga penuh. Niatnya mau sekalian mandi karena dari pagi belum sempat mandi, lengket kan badan dari semalam perjalanan jauh kemudian tracking paginya sampai berkeringat. Jadi gak pede kan tiba-tiba ada tulang rusuk yang selama ini belum ketemu bisa ketemu di kolam air panas layaknya bidadari turun dari surga (ngarep pake banget). Keliling mengitari kolam-kolam ternyata penuh, yang Aku cari setidaknya ada tempat yang agak longgar walaupun ramai. Dan akhirnya Kami pulang saja tanpa merasakan berendam di kolam air panas.
     Berjalan menuju angkot yang biasa ngetem dari lokasi pemandian air panas kira-kira 300 meter, kalau mau naik ojek lagi juga nanggung. Baru jalan 200 meter ada mobil pick up lewat dan salah satu dari kami berteriak mo numpang, spontan mobil tersebut langsung berhenti dan bertanya mo kemana?, "mau ke terminal Indihiang", kataku. Lalu Kami diijinkan buat menumpang sampai tujuan, anggap aja ini rezeki dari trip ke Galunggung.

Nebeng Pick Up Penduduk Lokal


Perjalanan baru 1 jam dilalui tiba di lampu merah pertama kemudian berhenti, "Dek tujuannya mau kemana? (Aku di panggil adek, berarti wajahku tidak menipu *hahaha)", tanya Abah (pengemudi), "Mau ke Jakarta bah, abah sendiri ke arah mana?", tanyaku, "Saya mau lurus, adek tau jalannya?", tanya Abah kembali. "Ini kekanan kan kalau ke terminal Indihiang", jawabku. "Yaudah saya anter aja", kata abah. Loh kok ini malah ke kiri jalannya, berarti Aku tadi salah bilang jalannya, pantesan dianterin. Sampai terminal Indihiang lumayan jauh juga jaraknya, dan setibanya di terminal kami beri buat pengganti bensinnya, namun pemberian Kami di tolak di tambah lagi Kami di do'akan agar tiba tujuan dengan selamat. Alangkah baiknya abah itu memberikan tumpangan walaupun berbeda arah dan mendo'akan yang baik. Aku percaya itu, kebaikan apapun yang kita lakukan dengan ikhlas pasti Allah akan membalas langsung ataupun lewat orang lain.
      Menanti datangnya bus di terminal Indihiang dapatlah Eksekutif Class lumayan tempat duduk yang longgar bisa buat tidur karena esoknya kerja kembali. Pukul 13.00 WIB berangkat dari Tasik dan tiba di Jakarta pukul 19.30 WIB.

Terminal Indihiang


Nah mari kita hitung berapa budget yang dikeluarkan untuk trip Gn. Galunggung,
Bus Jakarta - Tasik  60,000 x 2                                              = 120,000 (PP)
Sewa angkot Indihiang - Galunggung 160,000 : 5 (orang)        = 32,000
Ojek Galunggung - Cipanas                                                    = 10,000
Total pengeluaran                                                                   = Rp. 162.000,-

Rabu, 06 Agustus 2014

Situs Megalitikum Gunung Padang

01.39
Cianjur identik dengan Bubur Ayam khas Cianjur, padahal masih banyak lagi makanan khas dari daerah Cianjur seperti Tauco, Mochi, Asinan, Manisan dan lain-lain. Tapi kali ini aku gak lagi kuliner di Cianjur, melainkan explore ke situs Megalitikum Gunung Padang dan sekitarnya.
Meeting point kita di terminal Kampung Rambutan Jakarta Timur, berangkat mengunakan PO. Marita pukul 23.00 (bus terakhir) jurusan Rambutan-Cianjur dengan tarif 22.000.


[ PO. Marita ]


Pada awalnya bus jalan cuma berisi 7 orang rombongan kita saja tetapi setelah sampai jalan baru jadi penuh. Setelah sampai di Tol Jagorawi ada keanehan busnya yang meliak-liuk, penyebabnya sopir ngantuk dengan "sewa miring" akan membahayakan keselamatan. Karena aku duduk di bangku belakang supir pas jadi merasa khawatir di perjalanan, di tambah lagi supir merokok saat bus berjalan dengan AC menyala otomatis asap lari ke belakang jadi gak bisa tidur selama 3,5 jam perjalanan. Tibanya di pemberentian terakhir di terminal Pasir Hayam / terminal Jebrod pukul 02.30 pagi langsung ganti kendaraan menuju Gunung Padang. Ada beberapa angkot yang ngetem langsung kita samperin dan tawar menawar harga dengan modal sok tau akhirnya kena deh, dari 400.000 jadi 270.00 untuk seharian ke Gunung Padang, Stasiun Lampegan dan Curug Cikondang.





Jarak tempuh terminal Jebrod ke Gunung Padang 1,5 jam dengan kondisi jalan yang variatif. Sesampai di situs Gunung Padang pukul 04.00 pagi belum ada aktivitas sama sekali disekitaran, pintu gerbang masih terkunci rapat, warung-warung juga masih sunyi. Angin pagi mulai menerpa wajah serta embun membuat rasa dingin di tubuh membuat rasa kantuk muncul karena dalam perjalanan belum tidur sama sekali. Melihat ada bangku panjang langsung aja di manfaatin untuk tidur dengan posisi yang harus seimbang karena buat badan aja mepet kalau terguling terus jatuh kan lucu, lama-kelamaan rasa dingin mulai bertambah dan nyamuk juga ikut nyerang, (maklum cuma pakai celana pendek dan kaos) kemudian pindah kedalam angkot di kursi depan. Baru nyeyak tidur jam 05.30 dibangunin buat tracking, mau gak mau harus bangun dan beranjak dengan bawaan daypack 45L satu persatu anak tangga dilalui, baru sampai tengah-tengah udah ngos-ngosan mungkin karena baru bangun terus buat aktivitas berat pernafasan jadi gak teratur.


[ Tangga Menuju Puncak ]

Dipandu kang Cecep (ranger) di jelaskanlah dari ujung sampai ujung. Situs Megalitikum merupakan punden berundak yang terbesar se-Asia Tenggara. Terletak di desa Karyamukti, Cempaka. Lampau tempat ini sulit untuk dijangkau, tempat yang berbukit-bukit curam, disekelilingi lembah-lembah yang sangat dalam dan dulunya sempat dikeramatkan oleh warga setempat karena dianggap tempat Prabu Siliwangi Raja Sunda yang berusaha membangun istana satu malam.
Pelataran situs terbagi menjadi 5 yang posisinya berundak-undak pada setiap pelataran. Di pelataran satu kita bisa menjumpai batu bila di pukul bisa mengeluarkan bunyi seperti gamelan dan mitosnya pada malam hari di hari tertentu bisa terdengar suara musik sunda.


[ Pelataran Pertama ]

Pelataran kedua akan nampak jelas susunan bebatuan yang berada di pelataran satu. Pada pelataran tiga disisi kiri terdapat napak tilas "maung" dan kujang.


[ Tapak Maung ]

Pelataran empat hanya terdapat beberapa susunan batu. Dan yang paling terakhir pelataran lima adalah tempat yang paling di sucikan, tidak semua orang bisa sampai pelataran lima pada waktu itu. Bila beruntung matahari akan muncul dari balik bukit.



 
[ Pelataran Kelima ]


Bebatuan di situs ini mengandung energi-energi positif, bila ada energi negatif datang pasti akan mental, jadi kita harus berfikir positif karena pikiran positif akan membuat kita aman dan nyaman, ucap kang Cecep.

Puas explore Gunung Padang lalu kembali turun dan lanjut ke Stasiun Lampegan, ya bisa dikatan rute kali sedikit bolak-balik tapi ada untungnya juga, karena apa? kita ke Gunung Padang pagi-pagi kendaraan bisa sampai atas langsung depan pintu masuk plus bonus sunrise, tapi kalo udah kesiangan kendaraan hanya sampai pelataran parkir umum yang letaknya lumayan jauh sampai di pintu masuknya.





Terowongan Lampegan dibangun sekitar tahun 1872 dan selesai tahun 1882 dengan panjang terowongan 415 meter yang menghubungkan Sukabumi-Cianjur-Sukabumi. Mitosnya dulu ada ronggeng yang terkenal didaerah tersebut bernama Nyi Sadea menghilang diajak seseorang pergi setelah acara peresmian. Ada yang mengakatan Nyi Sadea dijadikan tumbal dan tubuhnya ditanam dibeton disebelah dalam.
Nama Stasiun Lampegan berasal dari seorang kondektur spur kerap berteriak menjelang memasuki terowongan "Steek Lampen Aan" yang artinya nyalakan lampu. Di telinga orang Sunda seolah terdengar kata lampegan.

 





       













Usai dari terowongan lampegan lanjut ke curug Cikondang yang perjalanannya memakan waktu 2,5 jam. Beruntungnya pas lagi cuaca cerah karena kalau cuaca lagi hujan aksesnya lumayan sasah dan resiko kecuali naik mobil offroad bisa libas jalanan, hahaha.
Dengan jalanan yang berkelak-kelok dan berbatuan ditengah-tengah kebun teh rasanya agak khawatir juga dengan kondisi angkot, inget kata kang cecep tadi, "kita harus berfikir positif" jadi pikiran aneh-aneh mulai hilang. Sampai diparkiran dilanjutkan dengan tracking kembali, langkah demi langkah dinikmati demi air curug. Terbayar sudah menikmati keindahan curug Cikondang walopun gak bisa nyebur tapi melihat dan kecipratan air udah seneng kok *edisi lebay.

[ Curug Cikondang ]

Ada yang mencermatikah dari sesampai di Cianjur sampai ini??? seharian ke Gunung Padang, Lampegan terus ke curug Cikondang belum mandi, hahaha.
Niatnya mau mandi di curug Cikondang, berhubung airnya bewarna coklat dan kata temen ada kandungan merkurinya ya gak jadi mandi. Di parkiran kendaraan ada kamar mandi tapi letaknya sangat strategis atau bisa di bilang outdoor dengan tinggi sekeliling sekitar 1,5 meter dan tinggi pintu cuma 50 meter dengan atap langsung langit di tambah lagi dinding-dinding dari papan kayu yang ada celahnya juga, kebayang dong ada orang lewat atau kita mandi berdiri? hahahaha.
Aku pun ragu mau mandi gak sampai bolak-balik, kalau gak mandi udah seharian tracking badan lengket tapi kalau mandi jadi risi dengan sekitar. Akhirnya memutuskan untuk mandi, ada orang liat biar aja lah kan gak kenal, hahaha.
Semua selesai kemudian dilanjut menuju terminal Jebrod, perjalanannya 3,5 jam dari curug Cikondang. Sebelum sampai Jebrod kita mampir dulu makan Nasi Liwet khas Cianjur.

Senin, 26 Mei 2014

Pantai Ngobaran Penuh Cerita

10.30



Pantai Ngobaran, sebuah pantai yang terletak di paling ujung antara deretan - deretan pantai Gunung Kidul Wonosari. Kata orang - orang pantai di Gunung Kidul banyak kemiripan dengan pantai di Pulau Dewata, istilahnya "ini Balinya Gunung Kidul", menurut saya sendiri walaupun ada kemiripan tapi tetap berbeda, setiap tempat mempunyai karakteristik masing - masing.

Berdasarkan cerita rakyat asal mula nama Ngobaran, dahulu Prabu Brawijaya V (Raja terakhir  di Kerajaan majapahit) melarikan diri dari Majapahit karena ekspansi dari Demak. Pada saat itu kejayaan kerajaan Demak yang dipimpin oleh Raden Patah, putra Prabu Brawijaya.

Pelarian Prabu Brawijaya V menemui jalan buntu yang tepatnya pantai selatan, kemudian sang Prabu membakar dirinya bersama permaisurinya daripada melawan putranya sendiri yang ia sangat sayangi. Menurut legenda setempat, Prabu Brawijaya tidaklah mati, melainkan 'muksa'. Prabu Brawijaya di percaya melakukan upacara 'muksa' dengan membakar diri. Dan dinamailah pantai Ngobaran karena kobaran api dari upacara 'muksa' tersebut.






Menurut warga sekitar terdapat berbagai tempat peribadatan dari kepercayaan yang berbeda yaitu Hindu, Kejawan, Kejawen dan Islam. Bangunan Pura lebih dominan dengan patung - patung dan gapuranya. Kejawan sendiri sangat dekat tautannya dengan aliran Kejawen yang ada. 




Lokasi peribadatan dari kepercayaan Kejawan berada di sebuah joglo dekat masjid, sedangkan pengikut Kejawen mendirikan sebuah bangunan di atas bukit karang. Sebuah Masjid yang tempat imammnya menghadap ke laut lepas (selatan) berbeda pada bangunan masjid di Indonesia yang menghadap ke timur, namun meraka tetap Shalat menghadap ke tanah suci. 



[ Gapura Ngobaran ]



[ source : google ]




[ Berdiri di atas tebing ]





[ Teropsesi Spiderman ]




Tidak dianjurkan untuk mandi dilaut, karena ombak laut lepas yang begitu besarnya dan banyak bebatuan yang sangat berbahaya. Jika mau bermain pasir hanya ada sedikit yang tersedia.




[ Pasir putih ngobaran ]



Untuk mencapai lokasi bila dari Wonosari. Ikuti petunjuk ke arah pantai Baron, kemudian ambil kanan bila sampai di petunjuk arah lurus ke Baron, kanan ke Ngobaran, Ngrenehan, Goa Maria. Setelah sampai di pertigaan pertama lewat kanan atau kiri OK, kalau kekiri lebih dekat tapi lewat perkampungan yang jalannya masih berbatuan, dan kalau kekanan jalanan mulus tapi lumayan jauh hampir 2x lipatnya. Kemarin saya berangkat mencoba lewat yang jalan mulus, sampai di pasar ambil belokan kekiri (agak putar arah) dari situ sekitar 11 KM lagi. 


[ Pertigaan arah Ngobaran & Ngrenehan ]

Setelah melewati pos retribusi akan menemukan pertigaan tinggal ambil kanan sekitar 1 KM dari situ sudah sampai tujuan.



                                                                                                                                                                   


















































































Minggu, 18 Mei 2014

Kuliner Bandung

05.00
Halo halo Bandung ibu kota Priangan . . . . . .
Nah kali ini mencoba jajanan yang ada di kota Bandung yang katanya mempuyai kenikmatan tersendiri. Berawal dari Stasiun Gambir menggunakan KA Argo Parahyangan alias "Gopar" tujuan akhir Bandung dengan waktu tempuh sekitar 3 jam perjalanan. Bila dibandingkan memakai mobil travel atau bus hanya memakan waktu 2 jam *dengan catatan di tol gak macet.


[ Stasiun Bandung ]

Setibanya di Stasiun Bandung rencana akan ke Jl. Bragra dan sekitarnya, namun kita bertiga bingung mo kearah mana untuk mencapai lokasi. Memang benar pepatah bilang "malu bertanya sesat di jalan", nah dari kata-kata itu kita bertanya-tanya setiap kesasar dan akhirnya setelah berjalan sekitar 3 KM (nyari angkot susah) sampailah di Jl. Braga, menikmati suasana malam yang penuh dengan aktivitas sekitar. Setelah itu lanjut ke Tugu 0 KM Bandung, anehnya orang-orang sekitar belum banyak yang tau tugu itu ada dimana. Berputar-putar menyusuri jalanan dari Braga sampai Masjid Agung gak ketemu juga, dengan tampang pasrah dan waktu juga sudah larut niatnya mau bermalam di Masjid Agung, tapi kata temen gak boleh tidur disitu.

[ Museum Konperensi Asia Afrika ]


[ Jl. Braga ]

Tidak lama kemudian ada dua temen lagi menyusul kita yang sudah pasrah dan memberikan ide untuk menginap di dekat kostnya, perjalanan panjang di mulai lagi sekitar 3 KM sampai di sebuah taman apa itu aku lupa ada angkot lewat di stop oleh salah satu dari kita, negosiasi panjang dilakukan dan akhirnya sukses yang bukan semestinya trayek untuk tempat dituju tapi bisa dituju berkat orang dalam, hahaha.
Sesampai di Dago Atas mampir dulu di tempat makan yang letaknya didepan gang lanjut berjalan di gang kecil jaraknya lumayan bikin lapar lagi. Sebernarnya yang dituju bukan penginapan melainkan kost, 1 kamar ukurannya cukup luas dengan 2 bed dan kamar mandi dalam tanpa AC dan TV, ya gak perlu juga itu karena cuma buat tidur dan suhu di Dago Atas sudah dingin. Awalnya mau menginap disitu gak bisa tapi dengan jurus jitunya orang dalam berhasil lagi untuk sewa 1 kamar cuma Rp. 75,000,- untuk bertiga.


[ Kost Dago Atas ]

Menginjak hari kedua di Bandung mulai menyiapkan perut untuk menampung makanan selama seharian. Sebelum berkelana ada Lima temen lagi yang mau gabung dan meeting point di depan Gedung Sate Bandung.

[ Gedung Sate ]


Setelah semua lengkap destinasi pertama ke Nasi Bancakan yang terletak di Jl. Trunojoyo No. 62 Bandung, dari Gedung Sate cukup jalan kaki gak terlalu jauh lokasinya, itung-itung olah raga pagi sama ngosongin perut.

[ Nasi Bancakan ]


Suasana di dalamnya serasa kembali ke jaman dulu, interior dibuat seperti rumah-rumah Sunda, pramusajinya memakai pakaian Sunda, begitu pula untuk menyajikannya seperti "piring seng" dan "cangkir seng" *kata orang jawa. Menu yang di hidangkan bermacam-macam dari sayur sampai dengan lauk pauknya mau seberapa terserah karena ambil sendiri kecuali nasinya.

Destinasi kedua langsung ke Lembang karena kalau kesiangan takut macet seperti halnya di Puncak Bogor. Perjalanan dari Jl. Trunojoyo menggunakan angkot kearah Ledeng kemudian ganti L300 arah Lembang.
Tujuannya adalah Floating Market Lembang, dengan tiket masuk Rp. 10,000,- itupun tiketnya bisa ditukarkan dengan softdrink.
Di dalam Floating Market terdapat berbagai jajanan dan wahana bermain seperti perahu, flying fox, permainan desa, rumah kelinci. Untuk bertransaksi harus menggunakan koin yang yang disediakan di counter counter penukaran koin.

[ Floating Market lembang ]














Puas di Floating Market Lembang kembali turun menuju Suropati. Sebelum sampai Dago Kami mampir sejenak di Taman Ice Cream, lokasinya dipinggir jalan raya persis namun tidak terlihat seperti tempat makan kalau dilihat dari jalan. Hanya berbentuk rumah tradisional dengan taman yang luas.


[ Taman Ice Cream ]

Untuk Ice Creamnya banyak varian rasa seperti Strawberry, Almond, Durian, Coklat dan lain-lain. Dalam satu cup bisa dinikmati satu rasa ataupun di mix (dua rasa) tergantung selera kita. Bagi yang gak doyan Ice Cream ada menu hangat lainnya juga.

[ Durian + Strawberry ]


Selanjutnya kami menuju "Resep Moyang" yang terletak di Jl. Pahlawan, Suropati. Dari lembang ganti-ganti angkot tiga kali dan di tambah jalan kaki kurang lebih 300 meter, itung-itung ngosongin perut lah biar muat lagi.

[ Resep Moyang ]


Menu utama disini adalah Pizza Remo, kata "Remo" berasal dari Resep Moyang dan cara masaknya berbeda dengan pizza-pizza lainnya yang memasaknya di oven, kalau Pizza Remo cara memasaknya dengan cara di panggang mengunakan tungku yang membuat rasanya semakin gurih dan khas banget. Selain pizza banyak menu makanan berat lainnya ataupun minuman yang bisa mengenyangkan perut.

[ Pizza Remo ]

[ Black Jazz ]


Hari sudah mau malam mengingat sudah booking travel takut ketinggalan maka kami beranjak pulang ke masing-masing tujuan. Di tengah perjalanan Kami mampir di Yoghurt Cisangkuy yang letaknya tidak jauh dari Gedung Sate. Varian rasanya pun juga banyak dan tidak hanya yoghurt saja yang disajikan, ada cemilan-cemilan juga untuk menemani yoghurt.


[ Yoghurt Lecy ]

Minggu, 30 Maret 2014

Ramahnya Nemo di Pahawang

09.00
Pelabuhan Merak salah satu pelabuhan yang gak pernah tidur, dari angkutan umum, kendaraan pribadi, sampai pejalan kaki tidak pernah sepi menyeberangi Selat Sunda.

[ Di atas kapal ferry ]

Tengah malam mulai bergegas naik kapal Ferry menuju Pelabuhan Bakauheni, penyeberangan sekitar 3 jam kalo sambil tidur gak akan terasa lama.

Setelah sampai Pelabuhan Bakauheni dilanjutkan perjalanan darat lintas Sumatera menuju ke Pelahuhan ketapang dengan menggunakan Buswaynya Sumatera dengan jarak tempuh 3 jam.

[ Trans Bandar lampung ]




[ 30 penumpang muat ]

Jangan heran dengan kondisi jalan sumatera, naik turun dan bergelombang tapi pemandangannya bikin gak bosen karena pegunungan yang masih hijau dan jalannya dipesisir pantai.

[ Gerbang Pelabuhan Ketapang ]

Sampailah di pelabuhan ketapang, gak segede di Bakahueni sih karena cuma perahu - perahu kayu saja yang sandar.
[ Dramaga Ketapang ]

Sebelum snorkling jangan lupa isi perut dulu karena di tengah laut gak ada yang jual nasi, hahahaha. Dan disekitaran pulau hanya ada warung - warung makan saja gak ada minimarket, jadi pas masih di Bakauni lengkapi dulu cemilan dan lotion anti nyamuk.
Spot snorkling selama 2 hari ke Pulau Tanjung Putus, Pulau Tegal, Ujung Tanjung Putus, Pulau Gosong dan Pulau Pahawang.


[ Perahu Lokal Untuk Jelajah ]

Dengan perahu lokal yang berkapasitas 15 orang dengan mesin ganda dan bertepal yang melindungi dari sengatan sinar matahari kita akan di antar keliling pulau - pulau sekitar untuk bertemu nemo.


[ Spot Pertama Langsung Ketemu Nemo ]




[ Batu Karang ]













[ Selfi dulu biar kaya di sosmed ]



[ Di tengah laut cuma 30 cm ketinggian air ]



[ Pulau Pahawang ]



[ Keluarga Nemo ]















































[ Sunrise ]





Perlu di inget, pahawang belum ada transport umum dan penginapan serba ada. Dan adanya ojek perahu kalo mo ke pulau, hehehehe..


































Follow me

Jangan hanya angan di angan saja