Pendakian Gunung Arjuno via Tambaksari Lintas Lawang
#menembusangan
14.00
Awalnya gak ada rencana mau naik gunung di akhir tahun yang setiap hari hampir hujan, takut menghambat perjalanan dan membutuhkan tenaga lebih untuk pendakian. Karena di ajak dan kebetulan pas long weekend ditambah lagi bisa cuti ya hayuk cusss... hehhehe.
Rabu 29 November 2017 start dari stasiun Pasar Senen jam 14.00 WIB bersama Dwi (wife), Kemay dan bang Kris, Kami dari Jakarta berempat di tambah satu orang bang Hestu dari Jogja yang janjian di Stasiun Pasar Turi. Dalam perjalanan ke Surabaya saya terus mantau cuaca di sekitar Gunung Arjuno, dari curah hujan sampai kecepatan angin apakah masih aman untuk melakukan aktivitas disana.
Rabu 29 November 2017 start dari stasiun Pasar Senen jam 14.00 WIB bersama Dwi (wife), Kemay dan bang Kris, Kami dari Jakarta berempat di tambah satu orang bang Hestu dari Jogja yang janjian di Stasiun Pasar Turi. Dalam perjalanan ke Surabaya saya terus mantau cuaca di sekitar Gunung Arjuno, dari curah hujan sampai kecepatan angin apakah masih aman untuk melakukan aktivitas disana.
Sesampai di Pasar Turi Kami sudah di tunggu mobil sewaan untuk anter-jemput ke basecamp. Untuk menuju basecamp Tambaksari (Pasuruan) atau yang dikenal jalur Purwosari membutuhkan waktu perjalan sekitar 2-3 jam. Lumayan lah buat meremin mata sejenak di mobil itung-itung nyimpen tenaga nanti. Selama perjalanan hanya mengandalkan GPS dan orang di jalan, maklum belum ada yang pernah kesini jadi masih meraba-raba jalan.
Jreeng jeeeeng tibalah di basecamp Tambaksari, tengak tengok kanan kiri sepi ga ada rombongan pendaki lainnya atau basecamp, hanya terlihat rumah-rumah warga, warung, pos kecil untuk ijin dan itu pun tulisannya buka jam 07.00 - 15.30 WIB, masih 2,5 jam lagi menunggu bukanya. Sambil menunggu buat sholat Subuh, sarapan dan packing ulang. Ditunggu-tunggu sampai jam 07.30 belum buka juga pos perijinan pendakian, dan kami disarankan warga buat menghubungi nomor-nomor yang tertera di pos, selang beberapa menit datanglah petugasnya lalu di kasih form ijin pendakian (simaksi).
Start jam 08.00 dengan planning buka tenda maksimal di Jawa Dwipa dengan waktu sampai Maghrib. Jalur dari pos perijinan sampai pos pemeriksaan masih nyaman, yaitu jalanan cor namun masih ada sedikit bebatuan dan tanah, setelah itu memasuki pos I sampai dengan pos VII. Untuk jalur Tambaksari merupakan jalur peziarah karena ditiap pos terdapat tempat-tempat sakral. Sedikit saran dari saya, untuk lewat jalur Tambaksari lebih baik memakai lotion anti nyamuk karena pas lagi istirahat atau kurang gerak nyamuk-nyamuk gak segan buat mencicipi darah kita, hehhehe.
Via Tambaksari (Pasuruan)
Pos I Goa Ontoboego
Menurut saya disini merupakan pos terluas areanya dan terdapat patung naga besar, mushola, goa dan beberapa tempat lainnya. Dihari tertentu tempat ini ramai di datangi peziarah untuk mencari ketenangan.
Pos II Tampuono
Merupakan komplek petilasan Eyang Abiyasa dengan suasana yang begitu teduh dengan pohon-pohon yang mengelilingi tempat ini, tidak jauh dari petilasan terdapat sendang Dewi Kunthi yang airnya sering digunakan orang-orang untuk di konsumsi, dan konon katanya air ini juga mujarab.
Jangan kaget bila disini ketemu Siro dan keluarganya, Siro merupakan anjing yang sering di area Tampuono, mereka sering membantu orang yang kehilangan arah sewaktu di hutan.
Pos III Eyang Sakri
Sepuluh menit dari pos II sampailah di pos III Eyang Sakri, terdapat bangunan dari kayu yang di cat hijau yang didalamnya ada makam dan disebelahnya ada tanah lapang yang luasnya kira-kira muat buat 4-5 tenda.
Pos IV Eyang Semar
Untuk mencapai pos IV dibutuhkan waktu 2 jam dari pos III, jalurnya mayoritas tanah dan tanjakannya masih tergolong menengah. Di tengah-tengah hutan terdapat rumah yang nampaknya sudah lama tidak dihuni namun masih berdiri kokoh dengan gapura yang bertulis aksara jawa (Rahayu), menurut cerita tempat ini dulu merupan sebuah padepokan dan setelah yang dituakan tidak ada dan tidak lama kemudian orang-orangnya meninggalkan tempat itu, tetapi walaupun sudah kosong masih tetap dirawat.
Setelah melewati Pondok Rahayu ketemu pos IV Eyang Semar, sebuah petilasan dengan patung berbalut kain putih menutupinya. katanya bila bersemedi disini apa yang kita minta bakal terwujud, entah percaya atau tidak tergantung keyakinan masing-masing. Disekitarnya tertapat beberapa bangunan yang katanya untuk menginap peziarah atau pendaki untuk beristirahat. Ada seseorang yang tinggal disebuah gubug dan sudah tinggal disana sekitar 2 tahun sendirian. Waktu itu Kami numpang istirahat sambil menunggu hujan reda, dari sore sampai malam belum reda-reda. Sampai Kami dimasakin buat makan malam dengan menu sup, tempe goreng, ikan asin dan Kamipun juga masak sayur buat nambah-nambah.
Jam 00.15 WIB Kami start dari pos IV langsung di suguhi tanjakan-tanjakan dengan jalur sempit, agak menengok kebelakang viewnya bagus banget, lampu-lampu kota bergemelapan(bukan mistis).
Pos V Makutoromo
Bangunan berbentuk seperti candi ini dulunya tempat bertapanya Dewa Wisnu, disebelahnya terdapat pondok untuk istirahat atau bermalam. Muat untuk sekitar 40-50 orang di dalamnya serta halaman dengan tanah datar juga bisa untuk mendirikan tenda.
Pos VI Candi Sepilar
Dia area ini terdapat 3 buah Candi Sepilar dengan masing-masing tinggi sekitar 1-2 meter dengan beberapa arca di bawahnya, namun kondisi arca disini sudah tak lagi utuh. Menurut cerita disini merupakan tempat muksanya Bila melewati area ini saat malam hari agak begitu berbeda hawanya.
Pos VII Jawa Dwipa
Yaitu tempat lapang yang luasnya muat sekitar 7-8 tenda dengan dikelilingi pohon-pohon besar yang rimbun. Terdapat sebuah monumen kecil yang bertuliskan "Sura Dira Jaya Diningrat Lebur Dining Pangastuti" yang artinya "Kejahatan pasti kalah oleh kebaikan"
Pelawangan
Untuk menuju Pelawangan masih panjang perjalanannya, melewati beberapa kali tanjakan yang ga ada habisnya kemudian bertemu jurang dan sehabis itu padang rumput/ilalang barulah sampai di Pelawangan. Karena dari jam 11 di guyur hujan setelah dari Jawa Dwipa dan sempat buat bivak di tengah perjalanan sambil menunggu hujan reda selama 1 jam lebih akhirnya di Pelawangan buka tenda untuk bermalam karena sudah jam 16.00 WIB dan cuaca tidak bersahabat bila dilanjutkan ke puncak. Di dataran atas batu besar Kami buka 2 tenda, tidak sempat buat masak makan malam ataupun sekedar minum munuman hangat, seadanya aja minum air mineral lalu istirahat. Hujan dan badai ga berhenti-berhenti dari siang sampai malam. Untung saja disekitar tenda di lindungi pohon-pohon dari terpaan angin. Dan paginya langit begitu cerah hanya saja masih angin yang lumayan kenceng.
Puncak Ogal-agil
Dari Pelawangan terlihat jelas tumpukan-tumpukan batu yang berbentuk lancip, dan itu adalah puncak Gunung Arjuno (Puncak Ogal-agil). Dengan jalanan setapak yang belika-liku dan dengan petunjuk-petunjuk yang diikat dipepohonan memudahkan untuk sampai di puncak. Sebelum sampai puncak terdapat susunan susunan batu ini yang dinamakan Pasar Dieng/ Pasar Setan, menurut cerita di pasar ini pernah ada hal aneh yang dirasakan pendaki. Pada malam hari diluar tenda nampak begitu ramai seperti pasar dan dia membeli sebuah jaket, karena uangnya lebih dia dikasih kembalian. Setelah itu paginya diluar tenda sepi tidak ada apa-apa, jaketnya juga entah kemana dan uang kembalian tersebut ternyata dedaunan.
Di area Puncak Ogal-agil ini tidak lah luas dan datar, melainkan terdapat tumpukan batu-batu besar yang berserakan. Harus ekstra hati-hati untuk menuju puncak, licin dan sekelilingnya jurang.
Diwaktu Kami naik sangat jarang sekali berpapasan dengan rombongan lain, hanya waktu di pos IV bertemu dua orang yang turun dan setelah di Jaya Dwipa ada 6-7 orang juga yang turun.
Setalah dari puncak packing dan bersih-bersih area tenda. Jam 11.00 WIB turun via Lawang yang katanya jalurnya lebih cepat daripada via Tretes. Infonya turun cuma 6 jam dan kereta kita jadwalnya jam 21.00 berarti punya sisa waktu beberapa jam buat istirahat di basecamp. Untuk jalurnya dari Pelawangan turun ke arah jalur Tambaksari (Purwosari) namun di persimpangan pertama ambil arah kanan. Melewati Cemoro Sewu atau juga disebut alas Lali Jiwo, berhati-hatilah bila melewati hutan ini, bila kita mempunyai niat jahat bakal muter-muter di hutan ini (disesatkan).
Via Lawang (Malang)
Pos IV Gombes
Dari Pelawangan ke pos IV jaraknya lumayan jauh, sempet istirahat beberapa kali untuk sampai pos IV. Disisi kiri bila kita turun terlihat jurang sama halnya dengan waktu naik dari Tambaksari, kedua jalur ini dipisahkan oleh jurang.
Pos III Mahapena
Sampai di Pos III sekitar jam 16.00 WIB, sudah pesimis untuk sampai di basecamp jam 19.00 karena jarak antar pos yang sangat jauh. Oh ya pos III ini terdapat bebatuan-bebatuan besar dan tanah datar yang muat untuk 2-3 tenda. Untuk menuju pos II didekat Mahapena ada percabangan, yang kekiri ke aliran sungai (agak jauh) dan kekanan menuju pos II.
Pos II Lincing
Sebelum pos II terdapat percabangan lagi, tidak ada tanda-tanda disini. Jalur kanan menuju pos II lewat Sabana dan jalur kiri menuju pos II via puncak Lincing. Bedanya lewat Sabana itu datar namun agak muter dan lewat puncak lincing itu seperti soundtracknya ninja hatori, hahahahaha.
Tidak tau arah yang mana Kami pun mengikuti jalur yang lebar, setelah ikutin ternyata lewat jalur naik turun puncak yang begitu terjal. Berat kaki untuk menopang bawaan untuk turun, lalu mencoba untuk prosotan aja biar tidak jatuh karena jalur tanah basah. Dalam benak hati saya kalo ada helikopter lewat saya mau bayar buat anter sampai stasiun, atau sampai basecamp juga tak apa. Tak sanggup lagi ini buat berjalan. Terbayang-bayang sop iga bakar dan es duren di bawah yang membuat saya menambah sedikit tenaga.
Dan kami bertiga break sejenak di puncak Lincing, jam menunjukan pukul 17.45 WIB sudah tambah pesimis lagi buat on time sampai basecamp. Ditambah lagi ada yang lagi ngedrop akhirnya buka tenda buat bermalam. Ya sudah ikhlasin aja tiket keretanya yang penting kesehatan dulu. Hanya di area puncak Lincing untuk bisa membuka tenda dengan resiko besar, semoga malam ini tidak ada badai lagi. Sambil melihat-lihat sekitar nampak bulan bersinar terang serta cahaya lampu-lampu juga nampak jelas yang memberikan ketenangan untuk istirahat.
Pagi harinya logistik hanya tinggal 1 kaleng sarden besar, 1 kg beras dan 1 botol besar air mineral, hanya bisa tersenyum melihatnya. Bila Kami memasak nasi maka air untuk turun sangat minim sekali, dan akhirnya hanya memasak sarden buat sarapan lalu packing dan turun.
Sekitar 1 jam lebih sampai di pos II dan tertulis sumber air berjarak 300 meter dari pos, kemudian bang Kris mengambil 2 botol 600ml untuk diisi air.
Pos I Perkebunan Teh
Dari pos II melewati hutan kecil lalu perkebunan warga baru kebun teh. Saat weekend atau waktu-waktu tertentu di kebun teh ini digunakan para crosser untuk sekedar beraktivitas atau latihan untuk perlombaan. Di jalur ini juga jelas tanda-tandanya untuk naik ke puncak, bila akan turun tinggal ikutin sebaliknya, patokannya kita lihat tower saja nanti bakal sampai basecamp.
Sesampai di pos jaga kebun teh bertemu dengan sekeluarga kecil (bapak, ibu, anak) asal Blitar sedang jalan-jalan di kebun teh lalu kami ngobrol-ngobrol dan ternyata mereka juga hobi naik gunung, tanpa basa-basi Kami dikasih air minum dan kue-kue kemudian diberi tumpangan ke Basecamp, Alhamdulillah.
Sesampai di basecamp Kami ditemani 3 pengurus basecamp dan disuguhi teh manis serta pisang dan salak, sesuatu banget ini, hehehehe. Sambil browsing tiket kereta dan bus untuk pulang ke Jakarta Kami ngobrol tentang Gunung Arjuno dengan pengurus-pengurus basecamp.
Ga lama kemudia dapatlah bus dari Surabaya jam 20.00 dan perkiraan dengan harga sekitar Rp.200.000, tidak masuk diakal sih serta nama POnya juga asing menurut saya. Dan Kami booking dulu via aplikasi dengan tidak membayarnya dulu, dari basecamp ke pasar Lawang naik ojek disambung bus Malang-Surabaya dengan waktu perjalanan 1,5 jam. Sampai di Surabaya mencari loket PO tersebut tidak ada, untung belum transfer.
Bila menunggu pagi di Surabaya untuk bus langsung ke Jakarta maka waktunya menjadi lebih panjang lagi, kemudian saya putuskan buat ngeteng aja dari Surabaya ke Solo dan lanjut Jakarta.
Rute Pendakian via Tambaksari
Simaksi
Tiket Surabaya - Solo
Bus Solo - Jakarta
Jreeng jeeeeng tibalah di basecamp Tambaksari, tengak tengok kanan kiri sepi ga ada rombongan pendaki lainnya atau basecamp, hanya terlihat rumah-rumah warga, warung, pos kecil untuk ijin dan itu pun tulisannya buka jam 07.00 - 15.30 WIB, masih 2,5 jam lagi menunggu bukanya. Sambil menunggu buat sholat Subuh, sarapan dan packing ulang. Ditunggu-tunggu sampai jam 07.30 belum buka juga pos perijinan pendakian, dan kami disarankan warga buat menghubungi nomor-nomor yang tertera di pos, selang beberapa menit datanglah petugasnya lalu di kasih form ijin pendakian (simaksi).
Start jam 08.00 dengan planning buka tenda maksimal di Jawa Dwipa dengan waktu sampai Maghrib. Jalur dari pos perijinan sampai pos pemeriksaan masih nyaman, yaitu jalanan cor namun masih ada sedikit bebatuan dan tanah, setelah itu memasuki pos I sampai dengan pos VII. Untuk jalur Tambaksari merupakan jalur peziarah karena ditiap pos terdapat tempat-tempat sakral. Sedikit saran dari saya, untuk lewat jalur Tambaksari lebih baik memakai lotion anti nyamuk karena pas lagi istirahat atau kurang gerak nyamuk-nyamuk gak segan buat mencicipi darah kita, hehhehe.
Via Tambaksari (Pasuruan)
Pos I Goa Ontoboego
Pos I Goa Ontoboego |
Menurut saya disini merupakan pos terluas areanya dan terdapat patung naga besar, mushola, goa dan beberapa tempat lainnya. Dihari tertentu tempat ini ramai di datangi peziarah untuk mencari ketenangan.
Pos II Tampuono
Pos II Tampuono |
Merupakan komplek petilasan Eyang Abiyasa dengan suasana yang begitu teduh dengan pohon-pohon yang mengelilingi tempat ini, tidak jauh dari petilasan terdapat sendang Dewi Kunthi yang airnya sering digunakan orang-orang untuk di konsumsi, dan konon katanya air ini juga mujarab.
Jangan kaget bila disini ketemu Siro dan keluarganya, Siro merupakan anjing yang sering di area Tampuono, mereka sering membantu orang yang kehilangan arah sewaktu di hutan.
Pos III Eyang Sakri
Pos III Eyang Sakri |
Sepuluh menit dari pos II sampailah di pos III Eyang Sakri, terdapat bangunan dari kayu yang di cat hijau yang didalamnya ada makam dan disebelahnya ada tanah lapang yang luasnya kira-kira muat buat 4-5 tenda.
Pos IV Eyang Semar
Pos IV Eyang Semar |
Untuk mencapai pos IV dibutuhkan waktu 2 jam dari pos III, jalurnya mayoritas tanah dan tanjakannya masih tergolong menengah. Di tengah-tengah hutan terdapat rumah yang nampaknya sudah lama tidak dihuni namun masih berdiri kokoh dengan gapura yang bertulis aksara jawa (Rahayu), menurut cerita tempat ini dulu merupan sebuah padepokan dan setelah yang dituakan tidak ada dan tidak lama kemudian orang-orangnya meninggalkan tempat itu, tetapi walaupun sudah kosong masih tetap dirawat.
Setelah melewati Pondok Rahayu ketemu pos IV Eyang Semar, sebuah petilasan dengan patung berbalut kain putih menutupinya. katanya bila bersemedi disini apa yang kita minta bakal terwujud, entah percaya atau tidak tergantung keyakinan masing-masing. Disekitarnya tertapat beberapa bangunan yang katanya untuk menginap peziarah atau pendaki untuk beristirahat. Ada seseorang yang tinggal disebuah gubug dan sudah tinggal disana sekitar 2 tahun sendirian. Waktu itu Kami numpang istirahat sambil menunggu hujan reda, dari sore sampai malam belum reda-reda. Sampai Kami dimasakin buat makan malam dengan menu sup, tempe goreng, ikan asin dan Kamipun juga masak sayur buat nambah-nambah.
Jam 00.15 WIB Kami start dari pos IV langsung di suguhi tanjakan-tanjakan dengan jalur sempit, agak menengok kebelakang viewnya bagus banget, lampu-lampu kota bergemelapan
Pos V Makutoromo
[ by google.com ] |
[ by google.com ] |
Bangunan berbentuk seperti candi ini dulunya tempat bertapanya Dewa Wisnu, disebelahnya terdapat pondok untuk istirahat atau bermalam. Muat untuk sekitar 40-50 orang di dalamnya serta halaman dengan tanah datar juga bisa untuk mendirikan tenda.
Pos VI Candi Sepilar
[ by google.com ] |
Dia area ini terdapat 3 buah Candi Sepilar dengan masing-masing tinggi sekitar 1-2 meter dengan beberapa arca di bawahnya, namun kondisi arca disini sudah tak lagi utuh. Menurut cerita disini merupakan tempat muksanya Bila melewati area ini saat malam hari agak begitu berbeda hawanya.
Pos VII Jawa Dwipa
Pos VII Jawa Dwipa |
Yaitu tempat lapang yang luasnya muat sekitar 7-8 tenda dengan dikelilingi pohon-pohon besar yang rimbun. Terdapat sebuah monumen kecil yang bertuliskan "Sura Dira Jaya Diningrat Lebur Dining Pangastuti" yang artinya "Kejahatan pasti kalah oleh kebaikan"
Pelawangan
Pelawangan Gunung Arjuno |
Untuk menuju Pelawangan masih panjang perjalanannya, melewati beberapa kali tanjakan yang ga ada habisnya kemudian bertemu jurang dan sehabis itu padang rumput/ilalang barulah sampai di Pelawangan. Karena dari jam 11 di guyur hujan setelah dari Jawa Dwipa dan sempat buat bivak di tengah perjalanan sambil menunggu hujan reda selama 1 jam lebih akhirnya di Pelawangan buka tenda untuk bermalam karena sudah jam 16.00 WIB dan cuaca tidak bersahabat bila dilanjutkan ke puncak. Di dataran atas batu besar Kami buka 2 tenda, tidak sempat buat masak makan malam ataupun sekedar minum munuman hangat, seadanya aja minum air mineral lalu istirahat. Hujan dan badai ga berhenti-berhenti dari siang sampai malam. Untung saja disekitar tenda di lindungi pohon-pohon dari terpaan angin. Dan paginya langit begitu cerah hanya saja masih angin yang lumayan kenceng.
Puncak Ogal-agil
Cantigi |
Gunung Arjuno 3.339 MDPL |
Puncak Ogal-agil |
Dari Pelawangan terlihat jelas tumpukan-tumpukan batu yang berbentuk lancip, dan itu adalah puncak Gunung Arjuno (Puncak Ogal-agil). Dengan jalanan setapak yang belika-liku dan dengan petunjuk-petunjuk yang diikat dipepohonan memudahkan untuk sampai di puncak. Sebelum sampai puncak terdapat susunan susunan batu ini yang dinamakan Pasar Dieng/ Pasar Setan, menurut cerita di pasar ini pernah ada hal aneh yang dirasakan pendaki. Pada malam hari diluar tenda nampak begitu ramai seperti pasar dan dia membeli sebuah jaket, karena uangnya lebih dia dikasih kembalian. Setelah itu paginya diluar tenda sepi tidak ada apa-apa, jaketnya juga entah kemana dan uang kembalian tersebut ternyata dedaunan.
Di area Puncak Ogal-agil ini tidak lah luas dan datar, melainkan terdapat tumpukan batu-batu besar yang berserakan. Harus ekstra hati-hati untuk menuju puncak, licin dan sekelilingnya jurang.
Diwaktu Kami naik sangat jarang sekali berpapasan dengan rombongan lain, hanya waktu di pos IV bertemu dua orang yang turun dan setelah di Jaya Dwipa ada 6-7 orang juga yang turun.
Alas Lali Jiwo |
Setalah dari puncak packing dan bersih-bersih area tenda. Jam 11.00 WIB turun via Lawang yang katanya jalurnya lebih cepat daripada via Tretes. Infonya turun cuma 6 jam dan kereta kita jadwalnya jam 21.00 berarti punya sisa waktu beberapa jam buat istirahat di basecamp. Untuk jalurnya dari Pelawangan turun ke arah jalur Tambaksari (Purwosari) namun di persimpangan pertama ambil arah kanan. Melewati Cemoro Sewu atau juga disebut alas Lali Jiwo, berhati-hatilah bila melewati hutan ini, bila kita mempunyai niat jahat bakal muter-muter di hutan ini (disesatkan).
Via Lawang (Malang)
Pos IV Gombes
Pos IV Gombes |
Break Sejenak |
Dari Pelawangan ke pos IV jaraknya lumayan jauh, sempet istirahat beberapa kali untuk sampai pos IV. Disisi kiri bila kita turun terlihat jurang sama halnya dengan waktu naik dari Tambaksari, kedua jalur ini dipisahkan oleh jurang.
Pos III Mahapena
Pos III Mahapena |
Sampai di Pos III sekitar jam 16.00 WIB, sudah pesimis untuk sampai di basecamp jam 19.00 karena jarak antar pos yang sangat jauh. Oh ya pos III ini terdapat bebatuan-bebatuan besar dan tanah datar yang muat untuk 2-3 tenda. Untuk menuju pos II didekat Mahapena ada percabangan, yang kekiri ke aliran sungai (agak jauh) dan kekanan menuju pos II.
Pos II Lincing
Pos II Lincing |
Sebelum pos II terdapat percabangan lagi, tidak ada tanda-tanda disini. Jalur kanan menuju pos II lewat Sabana dan jalur kiri menuju pos II via puncak Lincing. Bedanya lewat Sabana itu datar namun agak muter dan lewat puncak lincing itu seperti soundtracknya ninja hatori, hahahahaha.
Tidak tau arah yang mana Kami pun mengikuti jalur yang lebar, setelah ikutin ternyata lewat jalur naik turun puncak yang begitu terjal. Berat kaki untuk menopang bawaan untuk turun, lalu mencoba untuk prosotan aja biar tidak jatuh karena jalur tanah basah. Dalam benak hati saya kalo ada helikopter lewat saya mau bayar buat anter sampai stasiun, atau sampai basecamp juga tak apa. Tak sanggup lagi ini buat berjalan. Terbayang-bayang sop iga bakar dan es duren di bawah yang membuat saya menambah sedikit tenaga.
Puncak Lincing |
Dan kami bertiga break sejenak di puncak Lincing, jam menunjukan pukul 17.45 WIB sudah tambah pesimis lagi buat on time sampai basecamp. Ditambah lagi ada yang lagi ngedrop akhirnya buka tenda buat bermalam. Ya sudah ikhlasin aja tiket keretanya yang penting kesehatan dulu. Hanya di area puncak Lincing untuk bisa membuka tenda dengan resiko besar, semoga malam ini tidak ada badai lagi. Sambil melihat-lihat sekitar nampak bulan bersinar terang serta cahaya lampu-lampu juga nampak jelas yang memberikan ketenangan untuk istirahat.
Percabangan Pos Lincing |
Pagi harinya logistik hanya tinggal 1 kaleng sarden besar, 1 kg beras dan 1 botol besar air mineral, hanya bisa tersenyum melihatnya. Bila Kami memasak nasi maka air untuk turun sangat minim sekali, dan akhirnya hanya memasak sarden buat sarapan lalu packing dan turun.
Sekitar 1 jam lebih sampai di pos II dan tertulis sumber air berjarak 300 meter dari pos, kemudian bang Kris mengambil 2 botol 600ml untuk diisi air.
Pos I Perkebunan Teh
Dari pos II melewati hutan kecil lalu perkebunan warga baru kebun teh. Saat weekend atau waktu-waktu tertentu di kebun teh ini digunakan para crosser untuk sekedar beraktivitas atau latihan untuk perlombaan. Di jalur ini juga jelas tanda-tandanya untuk naik ke puncak, bila akan turun tinggal ikutin sebaliknya, patokannya kita lihat tower saja nanti bakal sampai basecamp.
Sesampai di pos jaga kebun teh bertemu dengan sekeluarga kecil (bapak, ibu, anak) asal Blitar sedang jalan-jalan di kebun teh lalu kami ngobrol-ngobrol dan ternyata mereka juga hobi naik gunung, tanpa basa-basi Kami dikasih air minum dan kue-kue kemudian diberi tumpangan ke Basecamp, Alhamdulillah.
Sesampai di basecamp Kami ditemani 3 pengurus basecamp dan disuguhi teh manis serta pisang dan salak, sesuatu banget ini, hehehehe. Sambil browsing tiket kereta dan bus untuk pulang ke Jakarta Kami ngobrol tentang Gunung Arjuno dengan pengurus-pengurus basecamp.
Ga lama kemudia dapatlah bus dari Surabaya jam 20.00 dan perkiraan dengan harga sekitar Rp.200.000, tidak masuk diakal sih serta nama POnya juga asing menurut saya. Dan Kami booking dulu via aplikasi dengan tidak membayarnya dulu, dari basecamp ke pasar Lawang naik ojek disambung bus Malang-Surabaya dengan waktu perjalanan 1,5 jam. Sampai di Surabaya mencari loket PO tersebut tidak ada, untung belum transfer.
Bila menunggu pagi di Surabaya untuk bus langsung ke Jakarta maka waktunya menjadi lebih panjang lagi, kemudian saya putuskan buat ngeteng aja dari Surabaya ke Solo dan lanjut Jakarta.
Rute Pendakian via Tambaksari
Peta Pendakian Gn. Arjuno via Tambaksari |
Simaksi
Simaksi dan Tiket Gn. Arjuno |
Tiket Surabaya - Solo
Eka Eksekutif |
Bus Solo - Jakarta
Putera Mulya VIP |
Tiket Bus Putera Mulya |
Info Biaya :
Kereta Kertajaya Jkt Pasar Senen - Surabaya Pasar Turi Rp. 150.000,-
Simaksi Rp. 14.200,- (perhari)
Sewa mobil Stasiun Pasar Ruri - basecamp PP Rp. 750.000,-
Bus Lawang - Surabaya Rp. 16.000,-
Bus Surabaya - Solo Rp. 88.000,-
Bus Solo - Jakarta Rp. 165.000,-
Estimasi Pendakian Gunung Arjuno via Tambaksari (Purwosari - Pasuruan) :
Pos Ijin - Pos 1 Goa Ontoboego (Pinus dan Perhutani) ±1 Jam
Pos 1 - Pos 2 Tampuono (Pinus dan Kopi) ±1 Jam
Pos 2 - Pos 3 Eyang Sakri (Hutan) ±10 Menit
Pos 3 - Pos 4 Eyang Semar (Hutan) ±3 Jam
Pos 4 - Pos 5 Mahkutoromo (Alang-alang) ±1.5 Jam
Pos 5 - Pos 6 Sepilar (Alang-alang) ±30 Menit
Pos 6 - Pos 7 Jawa Dwipa(Alang-alang) ±1.5 Jam
Pos 7 - Pelawangan (Alas Lali Jiwo) ±4.5 Jam
Pelawangan - Puncak (Batu-batu) ±45 Menit
Jangan lupa tonton video Kami juga ya..
https://youtu.be/pHFWF9OfyLg
Pantangan mendaki di Gunung Arjuno :
1. Jumlah pendaki tidak boleh ganjil
2. Tidak boleh memakai pakaian dominan bewarna merah
Yang perlu diperhatikan untuk mendaki :
1. Persiapkan itinerary dengan matang
2. Pelajari jalur yang akan dilalui dari orang yang pernah kesana/ internet
3. Perhitungkan logistik selama pendakian
4. Cek peralatan pendakian sebelum packing
5. Bawa uang tunai untuk keperluan yang tak terduga
6. Jaga kondisi tubuh
7. Saat pendakian atur jarak dengan team
8. Bawa turun sampahmu